MERASA PENTING

Merasa penting akan membuat kepalamu pening. Bagaimana tidak?!

Dahulu saat engkau masih menjabat, status sebagai kepala atau pejabat seringkali membuat dirimu besar kepala.

Jika mental itu tetap kau teruskan saat jabatan dan status itu sirna, maka penderitaan demi penderitaan di alam batinmu akan merusak fisikmu. Bahkan bisa menghancurkan akhiratmu.

Kenapa mereka tidak menghormatiku padahal aku ini mantan pejabat tinggi?

Itu pertanyaan yang sering muncul di kepalamu saat orang-orang disekitarmu tak memberikan penghormatan yang layak kepadamu.

Kenapa tak ada seorangpun yang mengenali-ku padahal aku dulu yang merintis lembaga ini?!
Ironi, katamu! Benar-benar ahistoris lembaga ini, gerutu-mu!

Kenapa sekarang tak ada seorangpun yang datang ke kediamanku, padahal dulu rumah ini selalu ramai dikunjungi orang. Entah untuk meminta nasehat atau sekedar ngobrol santai. Mereka satu persatu menjauhiku. Begitu gumam-mu dalam hati.

Ah, pertanyaan-pertanyaan seperti ini biasanya muncul di kepala sebagian orang saat mereka merasa dicampakkan.

Kenapa perasaan dicampakkan ini muncul? Karena mereka merasa bahwa diri mereka itu penting!

Kalau perasaan ‘merasa penting’ itu mereka hilangkan, pasti perasaan dicampakkan, tidak dichormati lagi dan lain sebagainya itupun akan lenyap dengan sendirinya.

Hampir tiap siang Umar bin Khattab Ra tidur di depan Masjid Nabawi dengan berbantalkan terompah nya yang lusuh. Pakaian yang dikenakan oleh beliau pun sangat sederhana. Bahkan sekian banyak tambalan menghiasinya. Hingga seorang utusan Romawi tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Bagaimana bisa seorang penguasa 2/3 belahan bumi berpenampilan biasa saja seperti ini? Tak ada pengawal, tak ada hidangan di kanan kiri dan tak ada pula singgasana.

Demikian pula cucu beliau, Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Rasyidah yang kelima. Sejak didaulat menjadi penguasa, justru beliau meninggalkan istana. Mengambil sepetak ruang di serambi Masjid yang beliau gunakan untuk istirahat dan juga mengatur urusan negara.

Kisah kedua orang ini bisa menjadi obat bagi penyakit hatimu yang masih sering merasa menjadi orang penting.

Penampilan dan cara hidup kedua Umar yang sederhana itu adalah cara mereka berdua untuk menunjukkan kalau mereka itu bukan siapa-siapa.

Mereka itu hanyalah hamba Allah swt yang diamanahi untuk melayani hamba-hamba Allah swt yang lain. Tidak lebih dan tidak kurang.

Tirulah mereka, agar hidupmu bahagia!

Suhari Abu Fatih
Pengasuh Mahad Alfatih Klaten

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *