FIKIH SIRAH NABAWIYAH ; PERANG FIJR DAN HILFUL FUDHUL

Ada beberapa riwayat yang telah dinukil oleh para ulama sirah di masa muda Baginda Rasulullah saw sebelum nubuwwah (kenabian) dan risalah (kerasulan) yang sangat penting kita bahas dalam tulisan edisi ini. Membaca kembali peristiwa-peristiwa ini akan semakin menegaskan kepatutan beliau sebagai manusia pilihan yang kelak akan diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul. Kepatutan dan kelayakan ini bukan semata karena sifat-sifat terpuji beliau sebagai manusia, akan tetapi lebih daripada itu adalah hal ini merupakan tadbir rabbani (skenario Allah).

Perang Fijar dan Hilful Fudhul

Diantara peristiwa yang terjadi dan dialami oleh baginda Rasul sebelum beliau dimuliakan dengan wahyu adalah perang antara Quraisy; Bani Kinanah dengan Bani Qais ‘Ailan. Perang ini terjadi karena Bani Kinanah menjarah harta milik tiga orang dari Bani Qais ‘Ailan. Perang ini terjadi di Pasar Ukadh ketika usia beliau menginjak dua puluh tahun. Dalam perang ini Rasulullah saw ikut andil menyiapkan panah-panah untuk paman-pamannya.

Quraisy kemudian sepakat untuk mengakhiri perang ini dengan memberikan tebusan (diyat) kepada keluarga yang terbunuh dan mengadakan sebuah perjanjian damai (hilf) yang kemudian di kenal dalam sejarah sebagai hilful fudhul. Sebuah perjanjian yang sangat mulia, bahkan baginda Rasulullah menegaskan apresiasinya setelah beliau menjadi Rasul. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam dalam sirahnya beliau berkata:
“sungguh aku pernah diundang di rumah Abdullah bin Jud’an untuk menghadiri sebuah kesepakatan damai yang jauh lebih aku cintai melebihi unta merah. Jikalau aku diundang lagi dalam Islam (saat ini), sungguh aku akan datang”.

Hikmah yang dapat dipetik:

1. Keikutsertaan beliau dalam perang Fijar, bukanlah karena dorongan hamiyyah (fanatisme) jahiliiyah, akan tetapi justru merupakan skenario dan penyiapan Allah agar kelak beliau siap memimpin pasukan perang dan menjadi seorang panglima serta ksatria yang jauh dari sikap pengecut. Keberanian dan jiwa perwira bukanlah sesuatu yang datang secara tiba-tiba, akan tetapi ia muncul karena tempaan pengalaman dan peristiwa. Barang siapa terbiasa hidup melawan badai, ia akan siap menghadapi topan yang mengganas.

2. Perjanjian damai antara Bani Kinanah dan Bani Qais ‘Ailan yang dalam sejarah dikenal dengan sebutan hilful fudhul adalah sebuah nilai universal yang bersifat luhur. Nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal sangat didukung oleh Islam. Pada prinsipnya; Islam mencintai setiap upaya damai, menghilangkan kedzaliman dan permusuhan. Oleh karena itu, dalam kaidah fiqh disebutkan bahwa gencatan senjata jauh lebih utama daripada perang. Oleh karena itulah Rasulullah saw mengatakan; “jikalau aku diundang lagi dalam Islam, pasti aku akan datang”. Sebuah sikap yang sangat jelas. Pelajaran yang lain dari hilful fudhul ini juga; bahwasanya tidak ada larangan melakukan koalisi dan perjanjian dengan kaum musyrikin selama dalam koridor maslahat atau menghindarkan madharat.

Suhari Abu Fatih, Lc
Pelayan Ma`had Al Fatih Klaten

Tinggalkan Komentar