Kurikulum kehidupan, artinya betapa setiap peristiwa dengan segenap lika likunya adalah fase yang menawarkan ragam makna; pilihan jalan mulia atau sebaliknya.
Ada canda tawa, tangis duka, marah dan kecewa berkelindan mencurahkan makna-makna bagi inspirasi, penguatan hingga pelepas penatnya langkah menapaki tangga mulia. Ujian keikhlasan jiwa.
Saat tulisan ini hendak dituangkan saya iseng membuka YouTube dan yang muncul pertama ternyata histori Emha Ainun Najib diusir dari Gontor, entah mengapa tetapi pasti Allah sedang membimbing diri ini dengan tambahan inspirasi memahami makna kurikulum kehidupan.
Dimarahi bahkan kata di atasnya lagi yaitu diusir, disalahkan bahkan lebih di atasnya yakni “dipermalukan depan publik” karena dengan pengumuman tentang pengusirannya benar-benar diketahui khalayak. Emha tetaplah dirinya yang merdeka mengasah keikhlasannya dengan menjaga marwah almamaternya dan lebih penting tetap ta’dhim tanpa menyimpan dendam kepada guru kehidupannya.
Ketika ia telah menjadi tokoh yang mengemuka, undangan dari “bekas” pondok yang dulu pernah mengusirnya disambut dengan lapang dada sebagai tanda bahwa perjuangan idealismenya tidak untuk personal manusia tetapi teruntuk Allah semata. Maka benturan apa pun yang mengenai dirinya selalu menjadi tambahan nutrisi jiwa.
Kita yang tidak mengalaminya atau mengalami hal berbeda yang pasti di bawah level kerumitannya, mungkinkah mampu menarik pelajaran berharga? Bahwa semua menu kurikulum kehidupan mengandung pilihan banyak makna, baik dan buruknya ada dalam pilihan kita.
Saya pun sedang mencoba belajar menikmati pancaroba keluarga. Tahun ini resmi anak pertama kami dicabut dari sekolah formal yang sejatinya ia esempe kelas tiga, disusul adiknya yang ketiga pindah sekolah yang dalam hitungan masih mungkin berbagi nyawa (hahaha).
Maaf jangan ada yang memaknai tulisan ini dimaksudkan untuk mengiba. Saya masih fasih tertawa dan bukan bergembira di atas orang lain yang sedang menderita. Hayo siapa yang menderita? Kalau pun ada, semua pasti mengandung nilai pendidikan yang sarat akan makna.
Benar saja, keinginan anak yang banyak tertunda hingga rengekan bocil-bocil setiap saya pulang menemui mereka perlahan luluh dalam belaian pengertian sang ibunda yang luar biasa. I love you myboj (sebutan canda bojoku). Bahkan yang baru naik kelas dua esde hingga yang baru daftar teka punya siasat sendiri bagaimana menutupi hal yang mungkin membuat sedih orang tua.
Fabiayyi alaa-i Rabbikumaa tukadzdzibaan..
Abu Bakar punya saham pahala dari ayat yang menegurnya untuk bening hati dalam berderma. Rasa kecewa kepada Misthah yang banyak disantuninya berbalas “air tuba” tetaplah bagian dari menu kurikulum penguat jiwa.
Khalid bin Walid menjadi fenomena kubro bagi kemenangan demi kemenangan yang dihadiahkan untuk mengantarkan Islam berjaya. Pemecatan terhadap dirinya dari tugas kepanglimaan oleh khalifah Umar bin Khattab kesannya telah melupakan jasa besarnya.
Kalla, ia justru bermakna pembuka jalan keikhlasan nilai juang sang panglima yang sangat menginspirasi generasi setelahnya. Tangis khalifah di hari wafatnya si pedang Allah yang terhunus itu adalah fakta dari kemuliaan jiwa-jiwa yang selalu hidup di sisi-Nya.
Bila menyadari sedang meniti jalan kehidupan dunia, maka kurikulum perjuangan di atasnya tidak akan sepi dari dinamika.