UMMATI…UMMATI…UMMATI (bagian ketiga)

“Ya Allah, hanya kepadamu aku mengadukan kelemahanku, dan ketidakberdayaanku dihadapan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Engkaulah pelindung bagi mereka yang lemah dan hanya Engkaulah pelindungku!! Kepada siapakah diriku ini hendak Engkau serahkan?

Jika Engkau tidak murka kepadaku, semua yang aku alami tidaklah pantas aku hiraukan karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar wajahMu yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat, dari murkaMu yang hendak engkau turunkan kepadaku. Hanya Engkaulah yang berhak menegur dan mempersalahkan diriku hingga Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apapun selain atas ijinMu”.

Tak ada satupun pihak yang disalahkan olehnya. Yang salah bukanlah penduduk Thaif yang mengusir dan melempari beliau dengan bebatuan. Bukan pula para pemuka kabilah itu yang demi mengusir beliau, mereka sampai mengerahkan para preman, kaum pandir dan anak-anak yang tak berdosa. Muhammad saw hanya menyalahkan dirinya. Ketidakcakapannya dalam mengemban risalah. Kelemahan dan ketidakberdayaannya dalam mengajak manusia. Meskipun secara kasat mata, penduduk Thaif yang keliru, namun jiwa da’inya dan rasa cintanya kepada obyek dakwahnya menjadikan ia tak mau dan tak mampu menyalahkan siapapun.

Bahkan ketika Jibril dan malaikat penjaga gunung Akbasyain menawarkan bantuan untuk menimpakan dua gunung besar itu kepada penduduk Thaif, beliau berkata dengan penuh cinta: “Tidak, justru aku berharap, kelak dari rahim-rahim mereka akan lahir manusia-manusia yang menyembah Allah semata dan tidak mensekutukanNya dengan sesuatu apapun”.

Jiwa nan lembut seperti inilah yang dimiliki para pemikul risalah samawiyyah dari kalangan para Nabi, Rasul maupun para du’at di setiap zaman. Jiwa yang dipenuhi cinta dan cita akan kemuliaan dan keselamatan manusia.

Asy Syahid Hasan al Banna, putra seorang Muhaddist zamannya, Syaikh Abdurrahman As Sa’ati yang menyusun Tartib Musnad Imam Ahmad ketika menasehati kader-kadernya berkata;

Jadilah kalian wahai ikhwan, laksana sebatang pohon Mangga. Ketika manusia melemparinya dengan batu, pohon tersebut melempari mereka dengan buah-buah yang lezat dan menyehatkan”.

Dalam kesempatan yang lain, beliau mengungkap satu rumus penaklukan yang amat langka;

“Jika mereka memerangi kita dengan senjata dan pedang, maka kita akan perangi mereka dengan cinta”.

Seorang da’i terhadap kaumnya, kata Rasulullah saw adalah ibarat seorang lelaki yang menyalakan perapian. Tatkala api menyala dengan benderang, kawanan belalang berusaha melompati mendekati api dan hendak terjun kedalamnya. Namun lelaki itu terus berusaha menghalau agar belalang-belalang tersebut tidak mati terpanggang api. Namun tak kenal henti belalang-belalang tersebut melompat dan melompat. Dan lelaki itu terus menghalau dan menghalau.

Para da’i yang pemimpin tertingginya adalah Rasulullah saw selalu berusaha manghalau umat agar tidak terjerumus ke dalam kobaran api neraka, namun umat ini terus berusaha menjatuhkan diri ke dalam neraka. Dan naifnya, banyak diantara umat ini yang justru tampil menjadi musuh para da’i tersebut.

Lihatlah sekawanan orang yang mengajak bangsa ini untuk memberlakukan Syariat Islam dalam kehidupan bernegara ini. Bukannya ajakan itu disambut hangat, justru mereka dihujat dan dituduh dengan berbagai tuduhan; anti pancasila, anti NKRI, anti kebhinekaan, intoleran, dan lain sebagainya.

Sejumlah pemuda yang aktif amar makruf dan nahi mungkar, mencegah kehidupan bebas ala barat, melarang keras beredarnya miras, narkoba dan prostitusi serta LGBT malah dijadikan musuh bersama. Sedangkan pelaku kejahatan dan kemaksiatan malah dilindungi dengan dalih HAM.

Inilah tabiat jejak para utusan Allah. Inilah jalanan yang dulu disusuri oleh Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad saw. Inilah jalanan dakwah yang dulu ditapaki oleh para ulama yang ‘arif billah. Dan inilah jalan sunyi di akhir zaman yang tetap harus kita tempuh, meski semua orang meninggalkan dan menghindarinya. Demi menyelamatkan umat dan bangsa dari kehancuran.

Belang wetan, 8 Agustus 2017

Pelayan Ma’had Al Fatih Klaten

Suhari AF

Tinggalkan Komentar