Selamat Jalan Ayahanda, selamat jalan mujahid!

Siang itu di halaman Grha Al Mabrur yang baru saja diresmikan ibu Bupati, Ayahanda merangkul saya lama sekali seolah-olah itu rangkulan perpisahan. “Masya Allah…Masya Allah… lemes sekali ustadz” itu kalimat yang beliau ucapkan beberapa kali saat memeluk saya.

Sepulang dari acara peresmian tersebut, saya mengajak para pengurus yayasan Alfatih untuk menjenguk beliau. “Saya khawatir dengan kesehatan beliau” kata saya waktu itu kepada kawan-kawan pengurus. Ada semacam firasat yang kuat bahwa beliau tidak lama lagi membersamai kita.

Saya pernah merasakan pelukan seperti itu dari beliau saat berada di Bandara Malaysia, tepatnya saat kami landing transit dan kami menerima berita lelayu salah seorang jama’ah beliau di griya prima meninggal dunia. Beliau merasa sangat kehilangan sekali.

Dan pagi ini kita semua merasa sangat kehilangan dengan kepergian beliau, Ayahanda Anas Yusuf Mahmudi. Air mata tak lagi mampu dibendung, dan duka lara meliputi semesta.

Kita kehilangan sosok ayah, guru, teladan, pejuang dan juga pemimpin yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga beliau bisa menjadi unsur pemersatu umat.

Tokoh yang sangat dikagumi di kalangan Nahdhiyin dan sangat dihormati di kalangan Muhammadiyah.

” Keluarga saya ini lengkap ustadz, saya terlahir dari keluarga besar NU sedangkan istri saya dari Muhammadiyah” ucap beliau suatu saat selepas kajian di masjid Al Ittihad griya prima barat.

Di bawah kepemimpinan beliau, yayasan jama’ah haji melakukan berbagai ekspansi: membuka cabang RSI di Cawas dan Boyolali serta mendirikan lembaga keuangan syariah Bank Syariah Al Mabrur namun beliau tetaplah sosok yang rendah hati dan sederhana, khas didikan dan tempaan PM Darussalam Gontor yang menjadi almamater kebanggaan beliau.

Selain diamanahi sebagai ketua yayasan jama’ah haji, beliau juga kami minta menjadi dewan pembina yayasan Alfatih dan anggota badan wakaf PPM Alfatih Klaten.

Beliau-lah yang mendorong dan memotivasi kami untuk mendirikan pondok pesantren ini.

Istri beliau, Bu Hajah Titik Kusumawati adalah notaris yang mengurus seluruh legalitas yayasan Alfatih Klaten tanpa mau dibayar sepeserpun. Bahkan beliau nitip uang sebesar Rp 10 juta sebagai modal awal yayasan Alfatih Klaten (semoga menjadi amal jariyah bagi beliau sekeluarga).

Selamat jalan ayahanda, selamat jalan mujahid yang menolak istirahat hingga akhir hayat!

Semoga kami mampu melanjutkan cita-cita besar-mu dan mewarisi semangat perjuanganmu. Aamiin ya rabbal ‘alamin

Tinggalkan Komentar